Terletak di Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Islam, Kecamatan Tuminting, Masjid Agung Awwal Fathul Mubien merupakan masjid pertama sekaligus tertua di Manado. Pertama kali dibangun tahun 1802, masjid tersebut telah mengalami 6 kali renovasi hingga kini.
Banyak cerita sejarah yang menarik di balik pembangunan masjid tersebut. Melintasi berbagai zaman, masjid tersebut telah menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting yang terjadi di Manado.
Awalnya bisa dirunut ke tahun 1670. Saat itu Manado merupakan salah satu kota perdagangan. Komoditi utamanya cengkih dan pala. Para pedagang dari berbagai daerah tanah air meramaikan Manado saat itu. Umumnya, para pedagang tersebut berasal dari Ternate, Tidore, Makian, Maluku Utara, dan Hitu-Ambon.
Karena tujuan utamanya hanyalah berdagang, mereka cuma memperlakukan Manado sebagai kota singgah. Namun, karena jalur perdagangan yang semakin ramai, mereka pun memutuskan menetap di Manado, tepatnya di kawasan Pondol.
Seiring perkembangan waktu, perdagangan rempah-rempah pun semakin ramai. Para pedagang tidak terbatas hanya dari kawasan timur Indonesia, tapi juga dari Jawa Tengah, Solo, Yogyakarta dan Surabaya.
Sepuluh tahun kemudian, para pedagang yang beragama Islam itu memutuskan pindah dari Pondol. Mereka ingin membangun perkampungan baru sebagai tempat tinggal. Akhirnya dipilihlah sebuah kawasan di ujung utara Manado.
Di perkampungan baru tersebut, mereka akhirnya membangun sebuah masjid sebagai tempat ibadah bersama. Namanya Awwal Fathul Mubien. Awalnya bentuk bangunannya sangat sederhana: pondasi dari karang, dan lantai serta dinding dari papan.
Terhitung sejak 1 Juli 1991, masjid itu pun berstatus sebagai Masjid Agung. Dengan keluasan dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sana, Masjid Awwal Fathul Mubien pun menjadi kebanggaan masyarakat Kota Manado dan Sulawesi Utara hingga kini. (sumber)
Banyak cerita sejarah yang menarik di balik pembangunan masjid tersebut. Melintasi berbagai zaman, masjid tersebut telah menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting yang terjadi di Manado.
Awalnya bisa dirunut ke tahun 1670. Saat itu Manado merupakan salah satu kota perdagangan. Komoditi utamanya cengkih dan pala. Para pedagang dari berbagai daerah tanah air meramaikan Manado saat itu. Umumnya, para pedagang tersebut berasal dari Ternate, Tidore, Makian, Maluku Utara, dan Hitu-Ambon.
Karena tujuan utamanya hanyalah berdagang, mereka cuma memperlakukan Manado sebagai kota singgah. Namun, karena jalur perdagangan yang semakin ramai, mereka pun memutuskan menetap di Manado, tepatnya di kawasan Pondol.
Seiring perkembangan waktu, perdagangan rempah-rempah pun semakin ramai. Para pedagang tidak terbatas hanya dari kawasan timur Indonesia, tapi juga dari Jawa Tengah, Solo, Yogyakarta dan Surabaya.
Sepuluh tahun kemudian, para pedagang yang beragama Islam itu memutuskan pindah dari Pondol. Mereka ingin membangun perkampungan baru sebagai tempat tinggal. Akhirnya dipilihlah sebuah kawasan di ujung utara Manado.
Di perkampungan baru tersebut, mereka akhirnya membangun sebuah masjid sebagai tempat ibadah bersama. Namanya Awwal Fathul Mubien. Awalnya bentuk bangunannya sangat sederhana: pondasi dari karang, dan lantai serta dinding dari papan.
Terhitung sejak 1 Juli 1991, masjid itu pun berstatus sebagai Masjid Agung. Dengan keluasan dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sana, Masjid Awwal Fathul Mubien pun menjadi kebanggaan masyarakat Kota Manado dan Sulawesi Utara hingga kini. (sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar