Setelah lebih dari satu dekade didera perang yang menghancurkan, Suriah kini memasuki tahap baru dalam proses pemulihan dan rekonstruksi. Di tengah keterbatasan anggaran dan minimnya dukungan internasional akibat sanksi yang masih membelenggu, rakyat Suriah terus berjuang membangun kembali kehidupan mereka secara swadaya. Namun kondisi di lapangan masih jauh dari ideal. Infrastruktur yang rusak parah, layanan kesehatan terbatas, hingga jutaan orang yang masih hidup dalam kondisi pengungsian memerlukan solusi jangka panjang.
Pemerintah transisi di Damaskus, bersama sejumlah lembaga kemanusiaan lokal dan internasional, berupaya membuka jalur baru bagi masuknya investasi luar negeri. Pekan ini, sebuah delegasi tingkat tinggi dari PBB dipimpin Koordinator Residen dan Kemanusiaan untuk Suriah, Adam Abdelmoula, mengunjungi Aleppo dan Idlib. Kunjungan itu bertujuan meninjau langsung situasi kemanusiaan dan mendengarkan aspirasi warga setempat yang masih hidup di tengah reruntuhan.
Dalam pernyataannya, Abdelmoula menyerukan komunitas internasional untuk meningkatkan investasi di Suriah. Menurutnya, lebih dari 16 juta warga Suriah saat ini menghadapi kondisi kemanusiaan yang sulit akibat minimnya layanan dasar dan kekurangan pendanaan. Ia menegaskan bahwa rakyat Suriah berhak atas dukungan dan harapan baru setelah bertahun-tahun mengalami penderitaan.
Delegasi PBB yang dipimpinnya menemui gubernur Aleppo dan Idlib, membahas berbagai prioritas pembangunan dan kerja sama yang bisa dilakukan untuk mendukung upaya pemulihan daerah-daerah yang paling terdampak perang. Selain itu, mereka juga menyerap aspirasi para pengungsi dan warga yang kembali dari luar negeri, yang hingga kini masih berjuang menata ulang kehidupan di kampung halamannya.
Selama ini, proses rekonstruksi di Suriah banyak dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Warga memanfaatkan sumber daya seadanya untuk membangun kembali rumah, sekolah, dan fasilitas umum yang hancur. Sayangnya, upaya ini kerap terkendala oleh minimnya alat berat, bahan bangunan, dan dana. Sebagian dari mereka juga belum mendapat akses layanan kesehatan memadai dan air bersih.
Di tengah kondisi ini, investasi dari luar negeri dinilai sangat penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan sosial di Suriah. Adam Abdelmoula menilai bahwa momen ini merupakan titik penting dalam sejarah Suriah, di mana investasi pada rakyat Suriah akan membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik. Ia pun mengajak komunitas internasional untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Selain meninjau infrastruktur dan layanan publik, delegasi PBB juga mendatangi para pengungsi yang tinggal di kamp-kamp sementara di sekitar Aleppo dan Idlib. Mereka mendengarkan langsung keluhan tentang sulitnya akses pendidikan, minimnya lapangan kerja, dan kebutuhan akan fasilitas medis yang layak. Kondisi ini makin mempertegas perlunya dukungan internasional yang lebih konkret.
Dalam kunjungannya ke Aleppo, delegasi PBB sempat berdialog dengan gubernur setempat, insinyur Azzam Al-Ghareeb, mengenai pelaksanaan program ketahanan bersama PBB di wilayah itu. Program ini bertujuan memperkuat daya tahan masyarakat Aleppo dan kawasan sekitarnya, sekaligus menyiapkan kondisi sosial dan ekonomi yang memungkinkan pemulihan nasional berjalan lancar.
Sehari sebelumnya, delegasi serupa menyambangi kota Ma'arrat al-Nu'man di wilayah Idlib. Di sana, mereka meninjau langsung kondisi layanan medis yang masih terbatas serta kebutuhan mendesak lainnya, seperti sekolah darurat, pusat air bersih, dan dapur umum bagi para pengungsi. Penilaian lapangan ini akan menjadi bahan bagi PBB untuk menyusun rekomendasi dukungan internasional berikutnya.
Sementara itu, Wakil Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Najat Rochdi, kembali menegaskan komitmen PBB dan masyarakat dunia untuk bekerja bersama demi masa depan rakyat Suriah. Ia menyatakan bahwa fokus ke depan adalah memperkuat koordinasi kemanusiaan, memberdayakan organisasi lokal, dan memastikan keterlibatan para ahli Suriah di dalam maupun luar negeri.
Sejauh ini, langkah-langkah pemulihan yang dilakukan rakyat Suriah menunjukkan ketangguhan luar biasa. Di beberapa desa, warga bergotong royong membangun kembali masjid, sekolah, dan pasar tradisional. Meski dengan peralatan sederhana, semangat solidaritas yang tumbuh di antara mereka membuat berbagai kawasan mulai kembali bergeliat.
Namun, upaya swadaya semacam ini tidak bisa sepenuhnya menutup kebutuhan akan investasi berskala besar. Sektor energi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar memerlukan dukungan dari modal asing dan lembaga donor internasional. Terlebih, sebagian besar jaringan listrik dan jalan raya rusak berat selama perang berkepanjangan.
Dalam catatan PBB, sekitar 80 persen fasilitas medis di Suriah mengalami kerusakan. Banyak rumah sakit tak mampu beroperasi normal akibat minimnya obat-obatan, alat medis, dan tenaga kesehatan. Sementara, kebutuhan akan layanan medis kian meningkat seiring bertambahnya jumlah warga yang kembali dari pengungsian.
Sanksi ekonomi yang diberlakukan Amerika Serikat dan Uni Eropa sejak 2011 disebut menjadi salah satu kendala utama bagi masuknya investasi asing. Meski demikian, sejak bulan lalu, sejumlah sanksi mulai dilonggarkan san dihapus pasca pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden transisi Suriah, Ahmed Al-Sharaa di Riyadh.
Penghapusan sanksi tersebut memberi angin segar bagi sejumlah perusahaan Timur Tengah, khususnya dari Qatar dan UEA, untuk mulai menjajaki proyek-proyek besar di Suriah. Salah satu di antaranya adalah proyek kota produksi media "Gerbang Damaskus" senilai 1,5 miliar dolar AS, yang diharapkan membuka ribuan lapangan kerja baru.
Meski begitu, ancaman keamanan masih membayangi proses rekonstruksi dan rekonsiliasi Suriah. Beberapa gangguan keamanan kecil masih terjadi di sejumlah wilayah. Situasi ini kerap membuat investor asing ragu untuk menanamkan modalnya secara langsung tanpa adanya jaminan keamanan yang memadai.
Para analis menilai, Suriah kini berada dalam persimpangan penting. Jika proses pemulihan didukung investasi internasional secara serius, negara ini berpeluang bangkit lebih cepat. Namun jika dibiarkan hanya mengandalkan swadaya warga, pemulihan akan berjalan sangat lambat dan berisiko memperpanjang penderitaan jutaan rakyatnya.
Delegasi PBB pun menutup kunjungannya dengan seruan tegas, bahwa kini adalah saat paling tepat bagi komunitas dunia untuk bergerak bersama demi masa depan rakyat Suriah. Mereka berharap agar negara-negara donor segera merealisasikan janji bantuan, serta perusahaan asing berani mengambil bagian dalam pemulihan negeri itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar